Nasional

Masuki Abad Kedua, NU Diarahkan Bertransformasi Membentuk Format Peradaban

Ketua Umum PB NU Yahya Cholil Staquf (paling kanan).

Medan - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Yahya Cholil Staquf menyatakan saat ini sudaj waktunya bagi NU untuk bertransformasi membentik format peradaban setelah melewati satu abad pendiriannya.

Hal itu dikemukakannya sebelum membuka Rakernas dan Konferensi LPT-PBNU di Medan, Rabu (8/3). Gus Yahya mengatakan, ketika awal berdiri pada 1926, NU berkepentingan untuk menegaskan kekhususan sendiri yang membedakannya dari yang lain.

Pada awal keberadaannya sampai dengan tahun 50-an, tidak mudah menjadi anggota NU. Untuk dapat diterima menjadi anggota, seseorang harus memiliki kualifikasi menjadi ulama.

Calon anggota juga harus menjalani kurasi oleh para kiai selama tiga bulan sebelum dinyatakan pantas menjadi anggota NU.

Dengan cara perekrutan keanggotaan seperti itu, NU tidak bisa berkembang cukup besar karena sulinya menjadi anggota. Meski ketika itu NU sudah menggelar kegiatan di berbagai daerah, termasuk di Sumatra.

Namun NU mendapat titik awal perkembangan yang begitu luas di Tanah Air pada sekitar 1955. Saat menjadi partai politik, saat itu NU mendapat kursi yang cukup signifikan, yakni sebesar 18%.

Saat ini, lanjut Gus Yahya, dari berbagai survei yang ada, lebih dari 50% penduduk muslim Indonesia mengaku sebagai warga NU.

Dengan sudah begitu berkembangnya NU, Gus Yahya menilai sudah cukup bagi NU menegaskan ciri khasnya. Tidak perlu lagi terlalu ngotor membedakan diri dari kelompok lain.

Dulu, lanjut dia, bila tidak pernah nyantri atau belajar di lembaga pendidikan NU, tidak dianggap sebagai warga NU. Namun dewasa ini hal itu sudah tidak menjadi patokan lagi.

Saat ini warga NU sudah terdiri dari berbagai elemen masyarakat, sudah sangat beragaman, sehingga menurutnya tidak perlu lagi mengkhususkan diri. Kini NU tidak lagi hanya sebagai organisasi yang terbatas, tetapi sudah berkembang membentuk format peradaban.

"Maka kini kita sudah perlu berpikir bagaimana memformat peradaban untuk masa depan," ujarnya.

Tidak hanya berpikir bagaimana menjadikan NU sebagai organisasi yanh canggih karena itu tidak cukup. Jika berpikir seperti itu, yang menerima maslahat hanya kalangan elit organisasi.

Jika itu terjadi, warga NU yang begitu banyak akan menunggu terlalu lama untuk mendapat maslahat dari kinerja organisasi ini.

"Karena itu sudah waktunya berpikir bagaimana memberikan sesuatu yang maslahat bagi terbentuknya format peradaban," ujarnya.

Komentar

Loading...