YPAH Ajak Ahli Keilmuan Islam Diskusi Penghentian Khitan Perempuan

Ilustrasi.

Jakarta - Yayasan Puan Amal Hayati, atau YPAH, mengajak beberapa ahli keilmuan Islam untuk berdiskusi mengenai penghentian khitan terhadap perempuan.

Ketua YPAH Sinta Nuriyah Wahid mengatakan pihaknya telah menggelar Bahtsul Masail atau forum diskusi antar ahli keilmuan Islam membahas penghentian praktik Pemotongan dan Pelukaan Genitalia Perempuan (P2GP) atau khitan perempuan.

"Apabila praktik ini tidak dihentikan, kekhawatiran saya adalah terjadinya praktik-praktik ilegal dalam perbuatan itu," ujarnya, Rabu (23/8).

Saat ini praktik khitan perempuan di Indonesia masih diwarnai perbedaan pendapat. Sejumlah ulama menganggap P2GP adalah sebuah keharusan, sementara tokoh lain menganggap bahwa itu harus dihentikan.

Di tengah masyarakat, khitan perempuan seperti sudah menjadi kultur atau norma sosial. Namun Permenkes Nomor 6 Tahun 2014 menyatakan sunat perempuan hingga saat ini tidak termasuk tindakan kedokteran.

Hal itu karena pelaksanaannya tidak berdasarkan indikasi medis dan belum terbukti bermanfaat bagi kesehatan. Sinta menilai perlunya alasan-alasan logis yang menunjukkan bahaya dari praktik P2GP.

Husein Muhammad, ulama yang fokus pada isu hak-hak perempuan, memaparkan dua hadits Nabi tentang praktik pemotongan bagian genitalia perempuan. Menurutnya, dua hadis itu menunjukkan sebuah proses transformasi budaya.

"Yang tadinya memotong habis, (kemudian hanya sebagian). Jadi, Nabi melakukan proses transformasi kebudayaan. Seharusnya kita melanjutkan (menjadi) tidak memotong," kata dia.

Ia mengutip pendapat Al-Hafidh Ibnu Mundzir (w. 309 H) yang menyatakan bahwa tidak ada satupun hadis yang dapat digunakan untuk melegitimasi praktik sunat perempuan. Hal ini disebabkan hadistnya dinilai lemah.

Husein juga mengutip fatwa Dewan Fatwa Mesir dan hasil Muktamar Ulama Dunia tahun 2006 yang melarang praktik tersebut berdasarkan pertimbangan medis.

Selanjutnya 1 2

Komentar

Loading...