Matematika “Ngawur” Koperasi Merah Putih, Modal Rp400 T, Kok Untungnya Rp2.000 T, Bisnis Apa?

Oleh: Rahma Gafmi Guru Besar Universitas Airlangga
GONJANG-GANJING pembentukan Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih antara nafsu dan kemampuan masih belum seimbang. Sebelumnya sudah beredar isu bahwa anggaran untuk modal awal pembentukan Kopdes Merah Putih berasal dari bank-bank Himbara. Namun, karena banyak masyarakat menentang untuk melibatkan perbankan, karena berpotensi kredit macet, sekarang malah beralih ke APBN dan APBD.
Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Menko Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), yang mengungkapkan bahwa anggaran untuk Kopdes Merah Putih ini akan berasal dari APBN dan APBD. “Anggaran tersebut akan diambil dari APBN, APBD. Besarannya per koperasi itu antara Rp3 miliar sampai Rp5 miliar,” katanya.
Berbeda dengan Zulhas, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, menjelaskan, Kopdes Merah Putih akan menggunakan APBD perubahan yang akan diusulkan pada Mei 2025. Kita tahu bahwa hampir seluruh daerah punya ketergantungan terhadap pusat.
Berdasarkan data, sekitar 62 persen pemerintah kabupaten/kota di Indonesia memiliki ketergantungan fiskal yang sangat tinggi terhadap pemerintah pusat. Bahkan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan, sekitar 88,07 persen dari total 503 pemerintah daerah di Indonesia belum mandiri dalam mengelola APBD dan masih bergantung pada transfer dana dari pemerintah pusat.
Pemerintah daerah yang memiliki ketergantungan tinggi pada dana transfer dari pemerintah pusat mungkin tidak memiliki anggaran yang cukup untuk memberikan modal kepada Kopdes. Pemerintah daerah harus memprioritaskan penggunaan anggaran guna kebutuhan lain yang lebih mendesak, seperti infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan, serta penanggulangan bencana alam.
Jika pemerintah daerah tidak dapat memberikan modal yang cukup kepada Kopdes, maka Kopdes tidak dapat berkembang dengan baik dan memberikan manfaat yang diharapkan bagi masyarakat desa. Kopdes akhirnya mencari sumber modal lain, seperti pinjaman dari bank atau investor, yang dapat meningkatkan risiko sistemis jika bank dipaksakan untuk ikut mendanai.
Wakil Menteri Koperasi (Wamenkop), Ferry Juliantono, menyebut dengan modal yang digelontorkan lebih kurang Rp400 triliun itu, keuntungan yang didapat bisa lima kali lipat.
“Harapannya dalam jangka dua tahun, dari Rp400 triliun yang dikucurkan itu bisa di-leverage menjadi Rp2.000 triliun,” harap Ferry.
Menurut saya, logika berpikir Wamenkop itu eror. Bagaimana cara menghitung rasionalitas keuntungan Rp2.000 triliun dengan modal Rp400 triliun. Sungguh hal yang muskil. Tidak logis.
Mari kita main hitung-hitungan ala anak Paud belajar matematika, sebelum melangkah pada level sarjana.
Rasio keuntungan terhadap modal adalah Rp2.000 triliun / Rp400 triliun = lima kali lipat. Ini berarti keuntungan yang sangat besar dan tidak biasa dalam bisnis.
Cara menghitung keuntungan yaitu keuntungan dihitung dengan mengurangi total pendapatan dengan total biaya. Jika kita asumsikan total pendapatan adalah X, maka:
Keuntungan = X – Total Biaya
Jika keuntungan adalah Rp2.000 triliun dan modal Rp400 triliun, maka total pendapatan harus sangat besar untuk mencapai keuntungan sebesar itu.
Faktor yang Memengaruhi Keuntungan
Komentar